Monday, November 7, 2016

DEBU SEBAGAI CAMPURAN DALAM MENSUCIKAN NAJIS MUGHOLADHOH




DEBU SEBAGAI CAMPURAN
DALAM MENSUCIKAN NAJIS MUGHOLADHOH

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Bersuci merupakan hal yang sangat erat kaitannya dan tidak dapat dipisahkan dengan ibadah. Shalat dan haji misalnya, tanpa bersuci orang yang hadats tidak dapat menunaikan ibadah tersebut.
Banyak orang mungkin tidak tahu bahwa sesungguhnya bersuci memiliki tata cara atau aturan yang harus dipenuhi. Kalau tidak dipenuhi, tidak akan sah bersucinya dan secara otomatis ibadah yang dikerjakan juga tidak sah. Terkadang ada problema ketika orang itu tidak menemukan air, maka Islam mempermudahkan orang tersebut untuk melakukan tayamum sebagai ganti dari mandi, yang mana alat bersucinya dengan mengunakan debu. Debu sendiri tidak hanya untuk tayammum, tetapi juga untuk campuran dalam membersihkan najis mugholadhoh.

B.     RUMUSAN MASALAH.
1.      Apa Pengertian Thaharoh?
2.      Apa pengertian debu?
3.      Debu sebagai campuran dalam mensucikan najis mugholadhoh?



BAB II
PEMBAHASAN

       A. Pengertian Tharoh.
Thaharah adalah merupakan salah satu syarat dalam melakukan suatu amal ibadah, terutama dalam shalat, haji, dan sebagainya baik itu bersuci dari hadats kecil maupun bersuci dari hadats besar, karena setiap amal ibadah yang kurang salah satu syaratnya, maka amal ibadah itu kurang sempurna sahnya.
Thaharah menurut bahasa artinya “bersih”.[1] Dalam Hadits Pilihan Shahih Bukahri, thaharah artinya bersih dan jauh dari kotoran-kotoran, baik yang kasat mata maupun yang tidak kasat mata seperti aib dan dosa. Sedangkan pengertian thaharah secara terminologi syara’ berarti mensucikan diri, pakaian dan tempat dari hadats dan najis dengan menggunakan air yang dapat mensucikan serta dengan aturan-aturan yang sesuai dengan ajaran agama Islam.[2]
Sedangkan menurut istilah, thaharah berarti membersihkan diri dari hadats dan najis.[3] Yaitu mensucikan diri, pakaian dan tempat dari hadats dan najis dengan menggunakan air yang dapat mensucikan serta dengan aturan-aturan yang sesuai dengan ajaran agama Islam. Menurut istilah para ulama Ahli Tasawuf ialah membersihkan diri dari segala perbuatan yang dilarang oleh Syara’ atau dari perbuatan yang akan menimbulkan dosa dan dari budi pekerti yang buruk atau perangai yang jahat. Sedangkan menurut istilah ulama Fikih ialah membersihkan diri dari najis dan hadas.[4]
Begitulah pentingnya thaharah (bersuci) bahkan ada hadits yang menyebutkan bahwasannya kebersihan adalah sebagian daripada iman. Namun banyak ulama berbeda pendapat tentang makna bersuci merupakan separuh iman. Dua pendapat yang paling masyhur adalah:
a.       Bersuci diartikan dengan bersuci dari najis maknawi, yaitu dosa-dosa, baik dosa batin maupun dosa lahir. Karena iman ada dua bentuk, yaitu meninggalkan dan melakukan, maka tatkala sudah meninggalkan dosa-dosa berarti sudah memenuhi separuh iman.
b.      Bersuci diartikan dengan bersuci dengan air. Bersuci dengan air ada dua macam, yaitu bersuci dari hadats kecil dan hadats besar. Bila bersuci diartikan dengan suci dari hadats kecil dan hadats besar maka yang dimaksud dengan iman adalah shalat. Jadi bersuci itu separuh dari shalat. Shalat dikatakan sebagai iman karena merupakan pokok amalan iman.[5]

     B.  DEBU
Debu atau Dust adalah partikel padat yang berukuran sangat kecil yang dibawa oleh udara. Partikel-partikel kecil ini dibentuk oleh suatu proses disintegrasi atau fraktur seperti penggilingan, penghancuran atau pemukulan terhadap benda padat. Mine Safety and Health Administration (MSHA) mendefinisikan debu sebagai padatan halus yang tersuspensi diudara (airbone) yang tidak mengalami perubahan secara kimia ataupun fisika dari bahan padatan aslinya.
Ukuran partikel debu yang dihasilkan dari suatu proses sangatlah bervariasi, mulai dari yang tidak bisa terlihat dengan mata telanjang sampai pada ukuran yang terlihat dengan mata telanjang. Ukuran partikel yang besar akan tertinggal pada permukaan benda atau turun kebawah (menetap sementara diudara) dan ukuran partikel yang kecil akan terbang atau tersuspensi diudara. Debu umumnya dalam ukuran micron, sebagai pembanding ukuran rambut adalah 50-70 micron.[6]
Penyucian dalam hukum Islam itu unik. Selain dengan air, debu bisa digunakan untuk bersuci. Debu yang mudah didapatkan bisa menjadi alternatif kedua setelah air. Selain debu, hukum Islam tidak memiliki alternatif yang lain. Hal ini berbeda dengan kebiasaan masyarakat modern yang menganggap debu sebagai sesuatu yang kotor –kita harus membedakan antara kotor dan najis. Dalam hukum Islam, debu digunakan untuk tayammum: pengganti wudlu karena tidak ada air. Menyucikan najis berat (al-mughalazhah) karena menyentuh anjing atau babi dengan menggunakan debu ditanbah enam kali basuhan air. Hamparan tanah yang diyakini tidak terkena najis juga bisa dimanfaatkan sebagai tempat shalat.[7]

C.    Apakah sabun dapat menggantikan debu untuk menghilangkan najis mugholadhoh? 
         Najis mugholadoh adalah Najis pada Hewan anjing dan Babi, liurnya, ingusnya, keringatnya, dan apa-apa yang dijadikan/dilahirkan dari anjing dan babi atau dari salah satu dari keduanya, meskipun dari hewan yang suci (maksudnya disini anjing dan babi diternakkan dengan hewan lain).
cara menghilangkan najis mugholadhoh yaitu dengan cara membasuh pada bagian yang terkena najis tujuh kali dengan air yang suci salah satu dari ketujuh basuhan dengan menggunakan debu yang suci setelah wujud dari najis tersebut hilang.
Di zaman sekarang sudah banyak kita temukan bahan – bahan seperti sabun atau deterjen yang dapat membersihkan sesuatu yang terkena najis. Kemudian, apakah sabun dan deterjen tersebut mampu menggantikan peran debu sebagai campuran untuk membersihkan najis mugholadhoh?
Menurut pendapat yang dhahir tidak dapat mengganti, menurut pendapat lainnya bisa mengganti.
روضة الطالبين وعمدة المفتين ج 1 - الصفحة 32النوويولا يقوم الصابون والإشنان ونحوهما مقام التراب على الأظهر كالتيمم ويقوم في الثاني كالدباغ والاستنجاء والثالث إن وجد ترابا لم يقم وإلا قام وقيل يقوم فيما يفسده التراب كالثياب دون الأواني

“Sabun dan alat pembersih selainnya tidak dapat mengganti kedudukan debu menurut pendapat yang paling dzahir sebagaimana dalam tayammum, menurut pendapat kedua “bisa mengganti seperti dalam bahasan menyamak dan istinjak”, menurut pendapat ketiga “bila ditemukan debu, bila tidak ditemukan bisa mengganti”, menurut pendapat lain “bisa mengganti dalam perkara yang rusak bila dibersihkan dengan debu seperti pakaian tidak seperti dalam sejenis perkakas”.
Raudhah at-Thoolibiin I/32

الكتاب : تحفة الحبيب على شرح الخطيب ( البجيرمي على الخطيب ) ج 1 الصفحة 491المؤلف : سليمان بن محمد بن عمر البجيرمي الشافعي دار النشر : دار الكتب العلمية – بيروت/ لبنان – 1417هـ -1996مقوله : ( ويتعين التراب ) راجع لقول المصنف بتراب ق ل .قوله : ( جمعاً بين نوعي الطهور ) أشار بذلك إلى أنه لا مدخل للقياس هنا أي : فلا يكفي الصابون والأشنان ونحو ذلك ، لأنه ليس من نوعي الطهور أي فلا يصح قياسه هنا ، وأما ما تقدم من الدبغ من أنه قيس فيه كل شيء حريف ، فإنه لم تذكر فيه هذه العلة وهي قوله جمعاً بين نوعي الطهور فتأمل . قوله ( كأشنان ) بضم الهمزة وكسرها لغة مصباح وهو الغاسول

“Maka tidak cukup disucikan dengan menggunakan Sabun dan alat pembersih selainnya karena ia bukan jenis dua hal yang dilegalkan oleh syara’ dalam bahasan thaharah (air dan debu) maka tidak boleh menganalogkannya dalam masalah ini, sedang dalam bahasan lalu dimana diperbolehkan menggunakan dan mengqiyaskan sabun dalam menyamak karena yang dipentingkan dalam menyamak adalah setiap hal yang dapat menghilangkan lender-lendir pada kulit”Tuhfah al-Habiib I/491

الكتاب : فتح العزير بشرح الوجيز = الشرح الكبير ج 1 – الصفحة 260-262المؤلف : عبد الكريم بن محمد الرافعي القزويني (المتوفى : 623هـ)هل يقوم الصابون والاشنان مقام التراب فيه ثلاثة أقوال أظهرها لا: لظاهر الخبر ولانها طهارة متعلقة فلا يقوم غيره مقامه كالتيمم والثاني نعم كالدباغ يقوم فيه غير الشب والقرظ مقامهما وكالاستنجاء يقوم فيه غير الحجارة مقامها. الثالث أن وجد التراب لم يعدل إلى غيره وان لم يجده جاز اقامة غيره مقامه للضرورة ومنهم من قال يجوز اقامة غير التراب مقامه فيما يفسد باستعمال التراب فيه كالثياب ولا يجوز فيما لا يفسد كالاواني

“Apakah sabun dan alat pembersih selainnya dapat mengganti kedudukan debu ?Terdapat tiga pendapat dalam hal ini :
1.      Tidak, bila melihat dzahirnya hadits dan karena ini adalah tahaharah yang saling berkaitan maka tidak dapat diganti selainnya seperti halnya tayammum
2.      Dapat mengganti, seperti dalam bahasan menyamak yang bisa diganti oleh selain tawas dan Qardh (daun pohon yg digunakan menyamak) dan dalam bahasan istinjak yang boleh memakai selain batu
3.      Bila ditemukan debu tidak boleh beralih pada lainnya, bila tidak ditemukan bisa selain debu (seperti halnya sabun ) mengganti kedudukannya4. Menurut pendapat lain “bisa mengganti dalam perkara yang rusak bila dibersihkan dengan debu seperti pakaian tidak seperti dalam sejenis perkakas”.[8]



BAB II
KESIMPULAN

Thaharah menurut bahasa artinya “bersih”.[9] Dalam Hadits Pilihan Shahih Bukahri, thaharah artinya bersih dan jauh dari kotoran-kotoran, baik yang kasat mata maupun yang tidak kasat mata seperti aib dan dosa. Sedangkan pengertian thaharah secara terminologi syara’ berarti mensucikan diri, pakaian dan tempat dari hadats dan najis dengan menggunakan air yang dapat mensucikan serta dengan aturan-aturan yang sesuai dengan ajaran agama Islam.
Debu atau Dust adalah partikel padat yang berukuran sangat kecil yang dibawa oleh udara. Partikel-partikel kecil ini dibentuk oleh suatu proses disintegrasi atau fraktur seperti penggilingan, penghancuran atau pemukulan terhadap benda padat.
“Apakah sabun dan alat pembersih selainnya dapat mengganti kedudukan debu ?Terdapat tiga pendapat dalam hal ini :
4.      Tidak, bila melihat dzahirnya hadits dan karena ini adalah tahaharah yang saling berkaitan maka tidak dapat diganti selainnya seperti halnya tayammum
5.      Dapat mengganti, seperti dalam bahasan menyamak yang bisa diganti oleh selain tawas dan Qardh (daun pohon yg digunakan menyamak) dan dalam bahasan istinjak yang boleh memakai selain batu
6.      Bila ditemukan debu tidak boleh beralih pada lainnya, bila tidak ditemukan bisa selain debu (seperti halnya sabun ) mengganti kedudukannya4. Menurut pendapat lain “bisa mengganti dalam perkara yang rusak bila dibersihkan dengan debu seperti pakaian tidak seperti dalam sejenis perkakas”.[10]







DAFTAR PUSTAKA

Moh. Rifa’i, Fiqih Islam Lengkap (Semarang: CV. Toha Putra, 1978)
Terj. Labib Mz, Hadits Pilihan Shahih Bukhari, (Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2005)
Hafsah, Fiqh (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2011)
Tim Penyusun Fak. Tarbiyah, Buku Ajar Praktik Ibadah (IAIN SU, 2012)
Ustadz Abu Isa Abdulloh bin Salam, Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi - Syaikh Shalih Alu Syaikh   Hafizhohulloh (Staf Pengajar Ma’had Ihyaus Sunnah, Tasikmalaya), Hadits ke-23.






[1] Moh. Rifa’i, Fiqih Islam Lengkap (Semarang: CV. Toha Putra, 1978), h.46.
[2] Terj. Labib Mz, Hadits Pilihan Shahih Bukhari, (Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2005), h.71.
[3] Hafsah, Fiqh (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2011), h. 1.
[4] Tim Penyusun Fak. Tarbiyah, Buku Ajar Praktik Ibadah (IAIN SU, 2012), h. 17.
[5]Ustadz Abu Isa Abdulloh bin Salam, Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi - Syaikh Shalih Alu Syaikh   Hafizhohulloh (Staf Pengajar Ma’had Ihyaus Sunnah, Tasikmalaya), Hadits ke-23.
[9] Moh. Rifa’i, Fiqih Islam Lengkap (Semarang: CV. Toha Putra, 1978), h.46.