Thursday, November 2, 2017

MAKALAH RIBA PENGERTIAN, HUKUM DASAR




RIBA




 
    Guna untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih Munakahat
 Dosen Pengampu : Muntaha Luthfi,MH
                                                                             
Disusun Oleh:
WINDA OKTAVIA (215023)
                                                                                        




SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PATI
JURUSAN SYARI’AH PRODI AHWALUSY SYAHSIYAH
TAHUN 2017





KATA PENGANTAR

          Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Illahi Rabbi, berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Dan tak lupa pula shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw, yang telah membimbing umatnya hingga sampai pada zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan ini.
Makalah saya susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fikih Mualamalah, yang membahas tentang “RIBA”. Penyusun menyadari bahwa masih terdapat beberapa kelemahan atau kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, segala tegur sapa, kritik, koreksi dan saran yang diberikan akan saya sambut dengan kelapangan hati guna perbaikan pada masa yang akan datang.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan motivasi bagi siapa saja yang membaca dan memanfaatkan.





















BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Salah satu ajaran Islam yang mengatur kehidupan manusia adalah aspek ekonomi (mua’malah, iqtishodiyah). Ajaran Islam tentang ekonomi cukup banyak dan ini menunjukkan bahwa perhatian Islam dalam masalah ekonomi sangat besar. Ayat yang terpanjang dalam Al-Quran justru berisi tentang masalah perekonomian, bukan masalah ibadah (mahdhah) atau aqidah. Ayat yang terpanjang itu ialah ayat 282 dalam surah Al-Baqarah, yang menurut Ibnu Arabi ayat ini mengandung 52 hukum/masalah ekonomi).
Sejak zaman Rasulullah saw semua bentuk perdagangan yang tidak pasti (uncertainty) telah dilarang, berkaitan dengan jumlah yang tidak ditentukan secara khusus atas barang-barang yang akan ditukarkan atau dikirimkan. Bahkan disempurnakan pada zaman kejayaan Islam (bani Umayyah dan Abbasiyah) dimana kontribusi Islam adalah mengidentifikasi praktik bisnis yang telah dilakukan harus sesuai dengan Islam, selain itu mengkodifikasikan, mensistematis dan memformalisasikan praktik bisnis dan keuangan ke standar legal yang didasarkan pada hukum Islam yaitu Al-Qur’an dan Sunnah.
Pelarangan gharar, maisir dan riba semakin relevan untuk era modern ini karena pasar keuangan modern banyak mengandung usaha memindahkan risiko (bahaya) pada pihak lain (dalam asuransi konvensional, pasar modal dan berbagai transaksi keuangan yang mengandung unsur perjudian). Dimana setiap usaha bisnis pasti memiliki risiko dan tidak dapat dihindari. Sistem inilah yang dihapus oleh Islam agar proses transaksi tetap terjaga dengan baik dan persaudaraan tetap terjalin dan tidak menimbulkan permusuhan bagi yang melalukan transaksi dalam pasar keuangan.
Dalam makalah ini akan membahas lebih lanjut tentang konsep dasar dan defenisi dari berbagai istilah yang berkaitan dengan “Riba”.

B.     Rumusan masalah
1.      Apa pengertian riba?
2.      Apa saja macam-macam riba?
3.      Apa dasar hukum riba?
4.      Apa Perbedaan Riba Dengan Jual Beli ?
5.      Apa Hikmah di Haramkannya Riba ?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Riba
Riba menurut bahasa, riba memiliki beberapa pengertian, yaitu:
1.    Bertambah, karena salah satu perbuatan riba adalah meminta tambahan dari sesuatu yang dihutangkan.
2.    Berkembang, berbunga, karena salah satu perbuatan riba adalah membungakan harta uang atau yang lainnya yang dipinjamkan kepada orang lain.
3.    Berlebihan atau menggelembung.[1]
Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud dengan riba menurut Al Mali ialah: “Akad yang terjadi atas penukaran barang tertentu yang tidak diketahui pertimbangannya menurut ukuran syara’, ketika berakad atau dengan mengakhirkan tukaran kedua belah pihak salah satu keduanya”.
Menurut Muhammad Abduh, yang dimaksud dengan riba ialah penambahan-penambahan diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya (uangnya), karena pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan.
Menurut Abdurrahman Al-Jaziri, yang dimaksud dengan riba ialah akad yang terjadi dengan penukaran tertentu, tidak diketahui sama atau tidak menurut aturan syara’ atau terlambat salah satunya.[2]
Sedangkan menurut terminologi syara’, riba berarti: “Akad untuk satu ganti khusus tanpa diketahui perbandingannya dalam penilaian syariat ketika berakad atau bersama dengan mengakhirkan kedua ganti atau salah satunya.” [3]
Dengan demikian, riba menurut istilah ahli fiqih adalah penambahan pada salah satu dari dua ganti yang sejenis tanpa ada ganti dari tambahan ini. Tidak semua tambahan dianggap riba, karena tambahan terkadang dihasilkan dalam sebuah perdagangan dan tidak ada riba didalamnya hanya saja tambahan yang diistilahkan dengan nama “riba” dan Al-Quran datang menerangkan pengharamannya adalah tambahan tempo.[4]


B.     Macam-macam Riba
Riba bisa diklasifikasikan menjadi tiga: Riba Al-Fadl, riba Al-yadd, dan riba An-nasi’ah,riba Qardhi, Berikut penjelasan lengkap macam-macamnya:
1)            Riba Al-Fadhl
Riba Al-Fadhl adalah kelebihan yang terdapat dalam tukar menukar antara tukar menukar benda-benda sejenis dengan tidak sama ukurannya, seperti satu gram emas dengan seperempat gram emas,maupun perak dengan perak.[5] Hal ini sesuai dengan hadist nabi saw. sebagai berikut:
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَزْنًا بِوَزْنٍ مِثْلًا بِمِثْلٍ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَزْنًا بِوَزْنٍ مِثْلًا بِمِثْلٍ فَمَنْ زَادَ أَوْ اسْتَزَادَ فَهُوَ رِبًا
“Emas dengan emas, setimbang dan semisal; perak dengan perak, setimbang dan semisal; barang siapa yang menambah atau meminta tambahan, maka (tambahannya) itu adalah riba”. (HR Muslim dari Abu Hurairah).
2)            Riba Al-Yadd
Riba Al-Yadd, yaitu riba dengan berpisah dari tempat akad jual beli sebelum serah terima antara penjual dan pembeli. Misalnya, seseorang membeli satu kuintal beras. Setelah dibayar, sipenjual langsung pergi sedangkan berasnya dalam karung belum ditimbang apakah cukup atau tidak.
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ
“Emas dengan emas riba kecuali dengan dibayarkan kontan, gandum dengan gandum riba kecuali dengan dibayarkan kontan; kurma dengan kurma riba kecuali dengan dibayarkan kontan; kismis dengan kismis riba, kecuali dengan dibayarkan kontan (HR al-Bukhari dari Umar bin al-Khaththab)
3)            Riba An-Nasi’ah
Riba Nasi’ah, adalah tambahan yang disyaratkan oleh orang yang mengutangi dari orang yang berutang sebagai imbalan atas penangguhan (penundaan) pembayaran utangnya. Misalnya si A meminjam uang Rp. 1.000.000,- kepada si B dengan perjanjian waktu mengembalikannya satu bulan, setelah jatuh tempo si A belum dapat mengembalikan utangnya. Untuk itu, si A menyanggupi memberi tambahan pembayaran jika si B mau menunda jangka waktunya. Contoh lain, si B menawarkan kepada si A untuk membayar utangnya sekarang atau minta ditunda dengan memberikan tambahan. Mengenai hal ini Rasulullah SAW. Menegaskan bahwa:
عَنْ سَمَرَة بْنِ جُنْدُبٍ اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهى عَنْ بَيْعِ الَحَيَوَانِ بِالْحَيَوَانِ نَسِيْئَةً
“Dari Samrah bin Jundub, sesungguhnya Nabi Muhammad saw. Telah melarang jual beli hewan dengan hewan dengan bertenggang waktu.” (Riwayat Imam Lima dan dishahihkan oleh Turmudzi dan Ibnu Jarud)”
4)            Riba Qardhi
Riba Qardhi adalah riba yang terjadi karena adanya proses utang piutang atau pinjam meminjam dengan syarat keuntungan (bunga) dari orang yang meminjam atau yang berhutang. Misalnya, seseorang meminjam uang sebesar sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta) kemudian diharuskan membayarnya Rp. 1.300.000,- (satu juta Tiga ratus ribu rupiah). 
Terhadap bentuk transsaksi seperti ini dapat dikategorikan menjadi riba, seperti sabda Rasulullah Saw.:
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَرِبًا
“Semua piutang yang menarik keuntungan termasuk riba.” (Riwayat Baihaqi).

C.    Dasar-dasar Hukum Riba
Al-Quran menyinggung keharaman rba secara kronologis diberbagai tempat. Pada periode Mekkah turun firman Allah swt. Dalm surat Ar-Ruum ayat 39:[6]
 وَمَا آتَيْتُم مِّن رِّباً لِّيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِندَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُم مِّن زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”.
Pada periode Madinah turun ayat yang seccara jelas dan tegas tentang keharaman riba, terdapat dalam surat Ali-Imran ayat 130.[7]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda[228]] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”.
Dan ayat terakhir yang memperkuat keharaaman riba terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 278-279.[8]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (278) فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ (279)
278.”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman”.
279.“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”.
Dua ayat terakhir di atas mempertegas sebuah penolakan secara jelas terhadap orang yang mengatakan bahwa riba tidak haram kecuali jika berlipat ganda. Allah tidak memperbolehkan pengembalian utang kecuali mengembalikan modal pokok tanpa ada tambahan.
Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim secara jelas riba adalah perbuatan haram, termasuk salah satu dari lima dosa besar yang membinasakan. Dalam hadist lain keharaman riba bukan hanya kepada pelakunya, tetapi semua pihak yang membantu terlaksananya perbuatan riba sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Muslim:
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّباَ وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ, وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ
“Rasulullah saw melaknat orang memakan riba, yang memberi makan riba, penulisnya, dan dua orang saksinya. Belia bersabda; Mereka semua sama”. (HR Muslim).

D.    Perbedaan Riba Dengan Jual Beli
Jual Beli merupakan  salah  satu  cara  pemenuhan  kebutuhan manusia, manusia tidak mungkinbismemenuhi kebutuhannya tanpa terikat dengan orang lain.
Oleh karena itu manusiamelakukan transaksi, bahkan tidak ada hari yang dilalui manusia tanpa transaksi. Karenatransaksi merupakan kegiatan sehari hari manusia maka Allah menghalalkan jua-lbeli.
Akan tetapi, jika  manusia  tidak  cermat  dalam  memahami  aturan  islam  tentang jual-beli, bisa-bisamanusia terjerumus kedalam transaksi yang riba.
Di antara perbedaan jual beli dengan riba adalah adanya sesuatu tambahan pada suatu akad yang tidak sesuai dengan syara’, karena bisa memberatkan salah satu pihak,dan agama islam melarang hal semacam ini.
Sedangkan tambahan atau laba dalam jual-beli yang di sahkan adalah dengan cara yang telah ditentukan syara’.[9]

E.     Hikmah di Haramkannya Riba
Sudah menjadi sunnatullah bagi umat islam bahwa apapun yang di haramkan oleh Allah SWT itu banyak mengandung mudharat. Begitupun dengan diharamkannya riba, adapun bahaya yang terkandung dalam riba sebagaimana yang di kemukakan oleh Abu Fajar Al Qalami dan Abdul Wahid Al Banjary adalah:
1.      Ia dapat menimbulkan permusuhan antara pribadi dan meengikis habis semangat kerjasama/saling menolong sesama manusia. Padahal semua agama terutama islam amatmenyeru agar manusia saling tolong menolong. Di sisi lain Allah membenci orang yang mengutamakan kepentingan sendiri dan orang yang memeras hasil kerja keras orang lain.
2.      Riba akan menimbulkan adanya mental pemboros yang malas bekerja. Dapat pula menimbulkan kebiasaan  menimbun  harta  tanpa  kerja  keras,  sehingga seperti pohon benalu yang hanya biasmenghisap tumbuhan lain.
3.      Riba merupakan cara menjajah. Karena itu orang berkata, “penjajahan berjalan dibelakangpedagang dan pendeta. Dan kita  telah  mengenal  riba  dengan segala dampak negatifnya di dalammenjajah Negara kita.
4.      Setelah semua ini, islam menyeru agar manusia  suka  mendermakan  harta kepada saudaranyadengan baik, yakni ketika saudaranya membutuhkan bantuan.[10]










BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Ditinjau dari berbagai penjelasan yang kami paparkan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a)      Riba adalah sesuatu bentuk tambahan pembayaran tanpa ada ganti/imbalan sebagai syarat terjadinya transaksi hutang piutang atau pinjam meminjam.
b)      Dasar hukum pelanggaran riba diantaranya
  QS. Al-Baqarah ayat 275-280
 QS. Ar-Rum ayat 39
  QS. Ali Imran ayat 130-131
c)      Macam-macam riba ada 4, yaitu :
Ø  Riba Fadli (menukarkan dua barang yang sejenis tapi kwalitas berbeda)
Ø  Riba Qardhi (meminjamkan dengan ada syarat bagi yang mempiutangi)
Ø  Riba Yadh (bercerai dari tempat aqad sebelum timbang terima)
Ø  Riba Nasa’ (Nasiah) yaitu riba yang terjadi karena adanya penundaan waktu pembayaran, dengan menetapkan adanya dua harga yaitu harga kontan atau harga yang dinaikan karena pembayaran tertunda.
d)     Perbedaan Riba dengan jual beli adalah Di antara perbedaan jual beli dengan riba adalah adanya sesuatu tambahan pada suatu akad yang tidak sesuai dengan syara’, karena bisa memberatkan salah satu pihak,dan agama islam melarang hal semacam ini. Sedangkan tambahan atau laba dalam jual-beli yang di sahkan adalah dengan cara yang telah ditentukan syara’.
e)      Hikmah di Haramkannya Riba
1.      Ia dapat menimbulkan permusuhan antara pribadi dan meengikishabi ssemangat kerjasama/saling menolong sesame manusia.Padahal  semua agama terutama islam amat menyeru  agar manusia saling tolong menolong. Disisi lain Allah membenci orang yang mengutamakan kepentingan sendiri dan orang yang memeras hasil kerja keras orang lain.
2.      Riba akan menimbulkan adanya mental pemboros yang malas bekerja. Dapat pula menimbulkan kebiasaan menimbun harta tanpa kerja keras, sehingga seperti pohon benalu yang hanya biasa menghisap tumbuhan lain.
3.      Riba merupakan cara menjajah. Karena itu orang berkata ,“penjajahan berjalan dibelakang pedagang dan pendeta. Dan   kita  telah  mengenal  riba  dengan  segala  dampak  negatifnya di dalam menjajah Negara kita.
4.      Setelah semua ini,islam menyeru agar manusia suka mendermakan harta kepada saudaranya dengan baik,yakni ketika saudaranya membutuhkan bantuan.

B.     SARAN
Agar kita tetap menjadi muslim yang berpegang teguh pada syariat Islam, kita sebaiknya dapat menahan diri dan menjauhi segala larangan Allah swt. Dengan memperkuat iman kita pada Allah swt, kita dapat hidup dengan tenang, bahagia di dunia maupun di akhirat.





DAFTAR PUSTAKA

Abu Fajar Al Qalamidan Abdul Wahid Al Banjary, Tuntunanjalanlurusdanbenar, (tanpakotadantahunterbit: Gitamedia Press), hal. 379
Prof.Dr.H.Hendi Suhendi,Fiqih Muamalah,(Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,2005). hlm. 57
Prof.Dr.Abdul Aziz Muhammad Azim, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010). Hlm. 216
Prof.Dr.H.Abdul Rahman Ghazaly,MA,dkk.Fiqh Muamalat.(Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2010).hlm. 220
Al Qalami,  Abu Fajar dan  Al Banjary, Abdul Wahid , Tuntunan  jalan lurus  dan benar,  (tanpa kota dan tahun terbi Gita media Press)









[1] Prof.Dr.H.Hendi Suhendi,Fiqih Muamalah,(Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,2005). hlm. 57
[2] Ibid. hlm. 58
[3] Prof.Dr.Abdul Aziz Muhammad Azim, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010). Hlm. 216
[4] Ibid, hlm. 217
[5] Prof.Dr.H.Abdul Rahman Ghazaly,MA,dkk.Fiqh Muamalat.(Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2010).hlm. 220
[6] Ibid, hlm. 220
[7] Ibid, hlm.221
[8] Ibid.
[9] Abu Fajar Al Qalamidan Abdul Wahid Al Banjary, Tuntunanjalanlurusdanbenar, (tanpakotadantahunterbit: Gitamedia Press), hal. 379

[10] Ibid, hal 380.

No comments:

Post a Comment