RIBA
Guna
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih Munakahat
Dosen Pengampu : Muntaha Luthfi,MH
Disusun Oleh:
WINDA
OKTAVIA (215023)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM PATI
JURUSAN
SYARI’AH PRODI AHWALUSY SYAHSIYAH
TAHUN
2017
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Illahi Rabbi, berkat
rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Dan tak
lupa pula shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw, yang
telah membimbing umatnya hingga sampai pada zaman yang penuh dengan ilmu
pengetahuan ini.
Makalah saya susun untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Fikih Mualamalah, yang membahas tentang “RIBA”.
Penyusun menyadari bahwa masih terdapat beberapa kelemahan atau kekurangan
dalam makalah ini. Oleh karena itu, segala tegur sapa, kritik, koreksi dan
saran yang diberikan akan saya sambut dengan kelapangan hati guna perbaikan
pada masa yang akan datang.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini
dapat memberikan motivasi bagi siapa saja yang membaca dan memanfaatkan.
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Salah satu ajaran Islam yang mengatur kehidupan
manusia adalah aspek ekonomi (mua’malah, iqtishodiyah). Ajaran Islam tentang
ekonomi cukup banyak dan ini menunjukkan bahwa perhatian Islam dalam masalah
ekonomi sangat besar. Ayat yang terpanjang dalam Al-Quran justru berisi tentang
masalah perekonomian, bukan masalah ibadah (mahdhah) atau aqidah. Ayat yang
terpanjang itu ialah ayat 282 dalam surah Al-Baqarah, yang menurut Ibnu Arabi
ayat ini mengandung 52 hukum/masalah ekonomi).
Sejak zaman Rasulullah saw semua bentuk
perdagangan yang tidak pasti (uncertainty) telah dilarang, berkaitan dengan
jumlah yang tidak ditentukan secara khusus atas barang-barang yang akan
ditukarkan atau dikirimkan. Bahkan disempurnakan pada zaman kejayaan Islam
(bani Umayyah dan Abbasiyah) dimana kontribusi Islam adalah mengidentifikasi
praktik bisnis yang telah dilakukan harus sesuai dengan Islam, selain itu
mengkodifikasikan, mensistematis dan memformalisasikan praktik bisnis dan
keuangan ke standar legal yang didasarkan pada hukum Islam yaitu Al-Qur’an dan
Sunnah.
Pelarangan gharar, maisir dan riba semakin
relevan untuk era modern ini karena pasar keuangan modern banyak mengandung
usaha memindahkan risiko (bahaya) pada pihak lain (dalam asuransi konvensional,
pasar modal dan berbagai transaksi keuangan yang mengandung unsur perjudian).
Dimana setiap usaha bisnis pasti memiliki risiko dan tidak dapat dihindari.
Sistem inilah yang dihapus oleh Islam agar proses transaksi tetap terjaga
dengan baik dan persaudaraan tetap terjalin dan tidak menimbulkan permusuhan
bagi yang melalukan transaksi dalam pasar keuangan.
Dalam makalah ini akan membahas lebih lanjut
tentang konsep dasar dan defenisi dari berbagai istilah yang berkaitan dengan
“Riba”.
B.
Rumusan masalah
1.
Apa pengertian riba?
2.
Apa saja macam-macam riba?
3.
Apa dasar hukum riba?
4.
Apa Perbedaan Riba Dengan Jual Beli
?
5.
Apa
Hikmah di Haramkannya Riba ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Riba
Riba menurut bahasa, riba memiliki beberapa
pengertian, yaitu:
1.
Bertambah, karena salah satu perbuatan riba
adalah meminta tambahan dari sesuatu yang dihutangkan.
2.
Berkembang, berbunga, karena salah satu
perbuatan riba adalah membungakan harta uang atau yang lainnya yang dipinjamkan
kepada orang lain.
3.
Berlebihan atau menggelembung.[1]
Sedangkan
menurut istilah, yang dimaksud dengan riba menurut Al Mali ialah: “Akad yang
terjadi atas penukaran barang tertentu yang tidak diketahui pertimbangannya menurut
ukuran syara’, ketika berakad atau dengan mengakhirkan tukaran kedua belah
pihak salah satu keduanya”.
Menurut
Muhammad Abduh, yang dimaksud dengan riba ialah penambahan-penambahan
diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya
(uangnya), karena pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang
telah ditentukan.
Menurut
Abdurrahman Al-Jaziri, yang dimaksud dengan riba ialah akad yang terjadi dengan
penukaran tertentu, tidak diketahui sama atau tidak menurut aturan syara’ atau
terlambat salah satunya.[2]
Sedangkan
menurut terminologi syara’, riba berarti: “Akad untuk satu ganti khusus tanpa
diketahui perbandingannya dalam penilaian syariat ketika berakad atau bersama
dengan mengakhirkan kedua ganti atau salah satunya.” [3]
Dengan
demikian, riba menurut istilah ahli fiqih adalah penambahan pada salah satu
dari dua ganti yang sejenis tanpa ada ganti dari tambahan ini. Tidak semua
tambahan dianggap riba, karena tambahan terkadang dihasilkan dalam sebuah
perdagangan dan tidak ada riba didalamnya hanya saja tambahan yang diistilahkan
dengan nama “riba” dan Al-Quran datang menerangkan pengharamannya adalah
tambahan tempo.[4]
B.
Macam-macam
Riba
Riba bisa diklasifikasikan menjadi tiga: Riba
Al-Fadl, riba Al-yadd, dan riba An-nasi’ah,riba Qardhi, Berikut penjelasan
lengkap macam-macamnya:
1)
Riba Al-Fadhl
Riba Al-Fadhl
adalah kelebihan yang terdapat dalam tukar menukar antara tukar menukar
benda-benda sejenis dengan tidak sama ukurannya, seperti satu gram emas dengan
seperempat gram emas,maupun perak dengan perak.[5]
Hal ini sesuai dengan hadist nabi saw. sebagai berikut:
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ
وَزْنًا بِوَزْنٍ مِثْلًا بِمِثْلٍ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَزْنًا
بِوَزْنٍ مِثْلًا بِمِثْلٍ فَمَنْ زَادَ أَوْ اسْتَزَادَ فَهُوَ رِبًا
“Emas
dengan emas, setimbang dan semisal; perak dengan perak, setimbang dan semisal;
barang siapa yang menambah atau meminta tambahan, maka (tambahannya) itu adalah
riba”. (HR Muslim dari Abu Hurairah).
2)
Riba Al-Yadd
Riba Al-Yadd,
yaitu riba dengan berpisah dari tempat akad jual beli sebelum serah terima
antara penjual dan pembeli. Misalnya, seseorang membeli satu kuintal beras.
Setelah dibayar, sipenjual langsung pergi sedangkan berasnya dalam karung belum
ditimbang apakah cukup atau tidak.
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ
رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ رِبًا إِلَّا هَاءَ
وَهَاءَ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالشَّعِيرُ
بِالشَّعِيرِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ
“Emas
dengan emas riba kecuali dengan dibayarkan kontan, gandum dengan gandum riba
kecuali dengan dibayarkan kontan; kurma dengan kurma riba kecuali dengan
dibayarkan kontan; kismis dengan kismis riba, kecuali dengan dibayarkan kontan
(HR al-Bukhari dari Umar bin al-Khaththab)
3)
Riba An-Nasi’ah
Riba Nasi’ah,
adalah tambahan yang disyaratkan oleh orang yang mengutangi dari orang yang
berutang sebagai imbalan atas penangguhan (penundaan) pembayaran utangnya.
Misalnya si A meminjam uang Rp. 1.000.000,- kepada si B dengan perjanjian waktu
mengembalikannya satu bulan, setelah jatuh tempo si A belum dapat mengembalikan
utangnya. Untuk itu, si A menyanggupi memberi tambahan pembayaran jika si B mau
menunda jangka waktunya. Contoh lain, si B menawarkan kepada si A untuk
membayar utangnya sekarang atau minta ditunda dengan memberikan tambahan.
Mengenai hal ini Rasulullah SAW. Menegaskan bahwa:
عَنْ سَمَرَة بْنِ
جُنْدُبٍ اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهى عَنْ
بَيْعِ الَحَيَوَانِ بِالْحَيَوَانِ نَسِيْئَةً
“Dari Samrah
bin Jundub, sesungguhnya Nabi Muhammad saw. Telah melarang jual beli hewan
dengan hewan dengan bertenggang waktu.” (Riwayat Imam Lima dan dishahihkan oleh
Turmudzi dan Ibnu Jarud)”
4)
Riba Qardhi
Riba Qardhi
adalah riba yang terjadi karena adanya proses utang piutang atau pinjam
meminjam dengan syarat keuntungan (bunga) dari orang yang meminjam atau yang
berhutang. Misalnya, seseorang meminjam uang sebesar sebesar Rp. 1.000.000,-
(satu juta) kemudian diharuskan membayarnya Rp. 1.300.000,- (satu juta Tiga
ratus ribu rupiah).
Terhadap bentuk
transsaksi seperti ini dapat dikategorikan menjadi riba, seperti sabda
Rasulullah Saw.:
كُلُّ قَرْضٍ
جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَرِبًا
“Semua piutang yang menarik keuntungan termasuk
riba.” (Riwayat Baihaqi).
C.
Dasar-dasar
Hukum Riba
Al-Quran menyinggung keharaman rba secara kronologis
diberbagai tempat. Pada periode Mekkah turun firman Allah swt. Dalm surat
Ar-Ruum ayat 39:[6]
وَمَا آتَيْتُم مِّن رِّباً لِّيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ
النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِندَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُم مِّن زَكَاةٍ
تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ
“Dan
sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka
(yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”.
Pada
periode Madinah turun ayat yang seccara jelas dan tegas tentang keharaman riba,
terdapat dalam surat Ali-Imran ayat 130.[7]
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا
اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda[228]] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan”.
Dan
ayat terakhir yang memperkuat keharaaman riba terdapat dalam surat Al-Baqarah
ayat 278-279.[8]
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ
كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (278) فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا
بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ
أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ (279)
278.”Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman”.
279.“Maka
jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa
Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan
riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula)
dianiaya”.
Dua
ayat terakhir di atas mempertegas sebuah penolakan secara jelas terhadap orang
yang mengatakan bahwa riba tidak haram kecuali jika berlipat ganda. Allah tidak
memperbolehkan pengembalian utang kecuali mengembalikan modal pokok tanpa ada
tambahan.
Dalam
hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim secara jelas riba adalah
perbuatan haram, termasuk salah satu dari lima dosa besar yang membinasakan. Dalam
hadist lain keharaman riba bukan hanya kepada pelakunya, tetapi semua pihak
yang membantu terlaksananya perbuatan riba sebagaimana hadist yang diriwayatkan
oleh Muslim:
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّباَ وَمُوْكِلَهُ
وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ, وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ
“Rasulullah
saw melaknat orang memakan riba, yang memberi makan riba, penulisnya, dan dua
orang saksinya. Belia bersabda; Mereka semua sama”. (HR Muslim).
D.
Perbedaan Riba Dengan Jual Beli
Jual Beli
merupakan salah satu cara pemenuhan
kebutuhan manusia, manusia tidak mungkinbisa memenuhi kebutuhannya tanpa terikat dengan
orang lain.
Oleh karena itu manusiamelakukan transaksi,
bahkan tidak ada hari yang dilalui
manusia tanpa transaksi. Karenatransaksi merupakan kegiatan sehari
hari manusia maka Allah menghalalkan jua-lbeli.
Akan tetapi,
jika manusia tidak cermat dalam memahami
aturan islam tentang jual-beli,
bisa-bisamanusia terjerumus kedalam transaksi yang riba.
Di antara perbedaan jual beli dengan riba adalah adanya sesuatu tambahan
pada suatu akad yang tidak sesuai dengan syara’, karena bisa memberatkan salah
satu pihak,dan agama islam melarang hal semacam ini.
Sedangkan tambahan atau laba dalam jual-beli yang di sahkan adalah dengan
cara yang telah ditentukan syara’.[9]
E.
Hikmah di Haramkannya Riba
Sudah menjadi sunnatullah bagi umat islam bahwa apapun
yang di haramkan oleh Allah SWT
itu banyak mengandung mudharat. Begitupun dengan diharamkannya riba,
adapun bahaya yang terkandung dalam riba sebagaimana yang
di kemukakan oleh Abu Fajar Al Qalami dan Abdul Wahid Al
Banjary adalah:
1.
Ia dapat menimbulkan permusuhan antara pribadi dan meengikis
habis semangat kerjasama/saling menolong sesama manusia.
Padahal semua agama terutama islam amatmenyeru agar
manusia saling tolong menolong. Di sisi lain Allah membenci
orang yang mengutamakan kepentingan sendiri dan orang yang memeras
hasil kerja keras orang lain.
2.
Riba akan menimbulkan adanya
mental pemboros yang malas bekerja. Dapat pula menimbulkan kebiasaan
menimbun harta tanpa kerja keras, sehingga
seperti pohon benalu yang hanya biasmenghisap tumbuhan
lain.
3.
Riba merupakan cara menjajah.
Karena itu orang berkata, “penjajahan
berjalan dibelakangpedagang dan pendeta. Dan kita telah
mengenal riba dengan
segala dampak negatifnya di dalammenjajah Negara kita.
4.
Setelah semua ini,
islam menyeru agar manusia suka mendermakan harta
kepada saudaranyadengan baik,
yakni ketika saudaranya membutuhkan bantuan.[10]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ditinjau dari berbagai penjelasan
yang kami paparkan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a) Riba adalah sesuatu bentuk tambahan
pembayaran tanpa ada ganti/imbalan sebagai syarat terjadinya transaksi hutang
piutang atau pinjam meminjam.
b) Dasar hukum pelanggaran riba
diantaranya
QS. Al-Baqarah ayat 275-280
QS. Ar-Rum ayat 39
QS. Ali Imran ayat 130-131
c) Macam-macam riba ada 4, yaitu :
Ø Riba Fadli (menukarkan dua barang
yang sejenis tapi kwalitas berbeda)
Ø Riba Qardhi (meminjamkan dengan ada
syarat bagi yang mempiutangi)
Ø Riba Yadh (bercerai dari tempat aqad
sebelum timbang terima)
Ø Riba Nasa’ (Nasiah) yaitu riba yang
terjadi karena adanya penundaan waktu pembayaran, dengan menetapkan adanya dua
harga yaitu harga kontan atau harga yang dinaikan karena pembayaran tertunda.
d) Perbedaan Riba dengan jual beli
adalah Di antara perbedaan jual beli dengan riba adalah adanya sesuatu tambahan
pada suatu akad yang tidak sesuai dengan syara’, karena bisa memberatkan salah
satu pihak,dan agama islam melarang hal semacam ini. Sedangkan tambahan atau
laba dalam jual-beli yang di sahkan adalah dengan cara yang telah ditentukan syara’.
e) Hikmah di Haramkannya Riba
1. Ia dapat menimbulkan permusuhan
antara pribadi dan meengikishabi ssemangat kerjasama/saling menolong sesame
manusia.Padahal semua agama terutama islam amat menyeru agar
manusia saling tolong menolong. Disisi lain Allah membenci orang yang
mengutamakan kepentingan sendiri dan orang yang memeras hasil kerja keras orang
lain.
2. Riba akan menimbulkan adanya mental
pemboros yang malas bekerja. Dapat pula menimbulkan kebiasaan menimbun harta
tanpa kerja keras, sehingga seperti pohon benalu yang hanya biasa menghisap
tumbuhan lain.
3. Riba merupakan cara menjajah. Karena
itu orang berkata ,“penjajahan berjalan dibelakang pedagang dan pendeta. Dan
kita telah mengenal riba dengan segala
dampak negatifnya di dalam menjajah Negara kita.
4. Setelah semua ini,islam menyeru agar
manusia suka mendermakan harta kepada saudaranya dengan baik,yakni ketika
saudaranya membutuhkan bantuan.
B.
SARAN
Agar kita tetap menjadi muslim yang berpegang teguh pada
syariat Islam, kita sebaiknya dapat menahan diri dan menjauhi segala larangan
Allah swt. Dengan memperkuat iman kita pada Allah swt, kita dapat hidup dengan
tenang, bahagia di dunia maupun di akhirat.
DAFTAR
PUSTAKA
Abu
Fajar Al Qalamidan Abdul Wahid Al Banjary, Tuntunanjalanlurusdanbenar, (tanpakotadantahunterbit:
Gitamedia Press), hal. 379
Prof.Dr.H.Hendi Suhendi,Fiqih
Muamalah,(Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,2005). hlm. 57
Prof.Dr.Abdul Aziz Muhammad Azim,
Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010). Hlm. 216
Prof.Dr.H.Abdul Rahman Ghazaly,MA,dkk.Fiqh
Muamalat.(Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2010).hlm. 220
Al Qalami,
Abu Fajar dan Al Banjary, Abdul Wahid , Tuntunan jalan lurus
dan benar, (tanpa kota dan tahun terbi Gita media Press)
[4] Ibid,
hlm. 217
[5] Prof.Dr.H.Abdul
Rahman Ghazaly,MA,dkk.Fiqh Muamalat.(Jakarta:Kencana Prenada Media
Group,2010).hlm. 220
[7] Ibid,
hlm.221
[8] Ibid.
[9] Abu Fajar
Al Qalamidan Abdul Wahid Al Banjary, Tuntunanjalanlurusdanbenar, (tanpakotadantahunterbit:
Gitamedia Press), hal. 379
[10] Ibid,
hal 380.
No comments:
Post a Comment