RUANG LINGKUP FILSAFAT
(OBYEK,METODE,SKEMA STUDI FILSAFAT)
Dosen
Pengampu :
M.
Sofyan al-nashr, M.Pd.I
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“PENGANTAR
FILSAFAT”
Di Susun Oleh :
1.
Setiyorini (17.22.00159)
2.
Abdul Ghofur (17.22.00207)
PROGRAM STUDI MANAJEMEN ZAKAT WAKAF I
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT PESANTREN MATHALI’UL FALAH
PATI
Tahun akademik 2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berdasarkan definisi-definisi yang telah dibahas pada pertemuan
sebelumnya, khususnya yang menyatakan bahwa filsafat adalah berfikir ilmiah,
tetapi tidak setiap berfikir ilmiah itu filsafat (pendapat DRD. C. Mulder),
maka dapat dimengerti filsafat adalah ilmu pengetahuan, karena berfikir ilmiah
adalah ciri khusus ilmu pengetahuan.
Sedangkan yang terkandung didalam kalimat “..tetapi tidak setiap
berfikir ilmiah itu filsafat.” Berarti bahwa ilmu pengetahuan filsafat itu
memiliki perbedaan dengan ilmu pengetahuan pada umumnya yang lain.
Apakah filsafat itu sebagai ilmu pengetahuan dan bagaimana bentuk
dan sifatnya bisa dipahami menurut penjelasan berikut: kebenaran filsafat itu
dapat diukur menurut kondisi yang pasti dimiliki oleh ilmu pengetahuan pada
umunya, yang meliputi obyek (sasaran studi), metode (cara atau jalannya studi),
sistem (cara-cara kerja sebagai penunjang jalannya metode) dan kebenaran ilmiah
(obyektif dan dapat diukur baik secara rasional maupun empiris).
1.2. Rumusan
Masalah
A.
Mengenai apa sajakah obyek filsafat itu?
B.
Bagaimana dan apa sajakah macam-macam metode filsafat?
C.
Bagaimana skema studi filsafat?
1.3.Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini supaya pembaca dan
pendengar lebih memahami mengenai ruang lingkup filsafat dan lebih mengetahui
kajian yang ada didalamnya. Tujuan utamanya guna memenuhi tugas mata kuliah pengantar
filsafat di Institut Pesantren Mathali’ul Falah Pati.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Objek Filsafat
Seperti ilmu
pengetahuan pada umumnya, filsafat juga mempunyai objek studi yang meliputi
obyek material dan obyek formal. Obyek material filsafat sering di sebut
segala sesuatu yang ada. Hal itu berarti bahawa filsafat mempelajari apa saja
yang menjadi isi alam semesta muali dari mineral (benda mati) benda hidup
(vegetarian, animalia, manusia), dan sang Pencipta. Selanjutnya, obyek ini sering
di sebut pula sebagai realitas atau kenyataan.
Terhadap
tahapan ini, filsafatingin mempelajari baik secara fragmental (menurut
bagian-bagian dan jenis-jenisnya) maupun secara integral (menurut keterkaitan
bagian-bagian dan jenis-jenis itu dalam
suatu keutuhan secara keseluruhan). Itulah yang disebut Obyek Formal atau
cara pandang atau sudut pandang, yang juga sering disebut sebagai
pendekatanyang selanjutnya akan menentukan tujuan dan ruang lingkup Filsafat.
Pendekatan
menurut bagian-bagian atau jenis-jrnis benda (secara fragmental) dan realitas,
selanjutnya disebut sebagai pendekatan material, dimaksudkan agar studi
filsafat dapat memperoleh pengetahuan yang benar dan jelas secara rinci sampai
pada tingkat esensi atau hakikat suatu obyek. Selanjutnya, jika
setiap jenis dan bagian obyek material itu di pelajari secara sistematis
dan konsisten satu persatu hingga tuntas maka disebut sebagai Pendekatan
Forlmal. Maka dapat diharapkan bahwa tidak hanya pengetahuan esensi
atau hakikat saja yang dapat dicapai kejelasannya, tetepi pengetahuan
eksistensial (keberadaan obyek tertentu dalam kaitannya dengan hal-hal
lainnya secara utuh dan menyeluruh) bisajuga dijrlaskan.
Mempelajari
suatu obyek menurut pendekatan material, misalnya mengenai manusia, maka
hakikat pribadi manusia adalah tujuan utama. Pendekatan ini terarah kedalam
pribadi manusia, yang mana segala macam gejala yang muncul dari dalam manusia
adalah tujuan utama. Dari sini, lalu
didapatkan pengetahuan bahwa manusia adalah mahluk berfikir, berasa dan berkarsa.
Ia bisa bersikap, menangis, dan tertawa.dan bisa melakukan segala
perbuatan. Ia adalah mahluk Sepiritual.
Di samping itu, manusia juga jelas mengalami kelahiran, perkembangan dan
kematian. Ia adalah mahluk Berbadan.
Mempelajari
suatu obyek menurut pendekatan formal mengenai manusia, maka pengetauah
eksistensial manusia merupakan tujuan utamanya. Pendekatan ini terarah pada
kedudukan manusia dalam hubungannya dengan duia luar, dengan alam dan dengan san
pencipta. Maka dapat difahami bahwa hubungan tersebut menentukan secara mutlak
keberadaan manusia.
Pendekatan
material yang di tinjau dari bagian-bagian realitas dan integral menurut
keutuhan yang menyeluruh, seperti contoh manusia tadi, jelas menunjukkan bahwa
pengetahuan esensial atau hakikat, pengetahuan eksistensial dan sesuatu hal
dalam dirinya sendiri, dalam hubunngannya dengan yang lain secara menyeluruh
dan utuh merupakan lingkup filsafat.
Mengenai
cakupan filsafat, masih bisa di perjelas sebagai berikut. Menurut Aristoteles,
filsafat pertama adalah metafisika. Secara meta fisis filsafat memperoleh obyek
materialnya mulai dari tingkatan yang konkrit sampai tingkatan yang abstrak.
Setiap benda
atau hal berada dalam tiga esensi, yaitu esensi konkret, esensi individual dan
esensi abstrak. Esensi Konkret adalah setiap sesuatu itu berada didalam
keterbatasan ruang dan waktu tertentu, sehingga mengalami perubahan dan
perkembangan yang letaknya terpisah dengan yang lain. Sedangkan Esensi
Individual adalah bahwa di dalam keserba perubahan itu setiap sesuatu tetap
berada di dalam dan pada dirinya sendiri sesuatu tertentu. Ini sering disebut
dengan hakikat pribadi. Sedangkan Esensi Abstrak adalah bahwa meskipun
sesuatu hal itu berada di dalam perkembangan dan perbedaan dengan yang lainnya,
tetapi ia tetap termasuk ke dalam jenis tertentu. Inilah yang disebut dengan
Hakikat Jenis. Misalnya, seseorang mengalami kelahiran, perkembangan dan
kematian, dan berada pada posisi yang berbeda dan terpisah dengan yang lainnya
(Esensi koheren). Tetapi dari dan sampai kapanpun seseorang itu tetap berada di
dalam dirinya sendiri sebagai orang itu, tidak pernah menjadi yang lain.
Bagaimanapu, seseorang itu mengalami perubahan, perbedaan dan keterpisahan
serta tetap sebagai diri pribadi yang berbeda, ia tetaplah termasuk jenis
manusia kapanpun dan di manapun (Esensi Abstrak).
B.
Metode Filsafat
Agar lingkup studi filsafat dapat dijelajahi secara tuntas dan
tujuan penyelidikan filsafat itu dapat tercapai, maka harus menggunakan metode
yang dapat dikerjakan (workable), seperti pada ilmu pengetahuan pada
umumnya.
Hanya dengan cara dan metode tertentu pengetahuan kefilsafatan itu
dapat diperoleh. Mendapatkan pengetahuan yang benar, lebih-lebih pada taraf
kefilsafatan, haruslah berlangsung secara bertahap setingkat demi setingkat.
Tidak mungkin sekaligus. Memang ada jenis pengetahuan langsung yang dapat
memperoleh kebenaran secara serta merta. Tetapi, pengetahuan ini jauh dari
kebutuhan filsafat, karena sifatnya yang konkret, kondisional dan
subyektif-relatif. Oleh sebab itu, dengan suatu metode, obyek filsafat itu
satu-persatu dan setahap demi setahap dapat dipahami esensi dan ekstensinya.
Metode yang manakah itu?
Untuk yang pertama ialah Metode Analisis, metode ini
melakukan pemeriksaan secara konseptual atas istilah-istilah yang kita
pergunakan dan pernyataan-pernyataan yang kita buat. Analisi berarti
pemerincian (L.O. Kattsoff). Dalam operasionalnya, metode ini di bantu dengan
peralatan induktif. Yaitu mengarahkan penyelidikan yang berpangkal dari pengetahuan
atau hal-hal yang khusus tertentu untuk sampai kepada pengetahuan atau hal-hal
yang bersifat umum.
Didalam ilmu pengetahuan alam, setiap saat kita menyaksikan
berbagai macam benda. Dari keberadaannya dapat diketahui bahwa setiap benda
selalu menempati ruang dan waktu tertentu, berbentuk, berbobot, dan berjumlah.
Analisis ini menghasilkan suatu pengetahuan umum bahwa setiap benda pastilah menempati
ruang dan waktu, berbentu, berbobot, dan berjumlah (volume). Metode analisis
ini sering di sebut sebagai metode aposteriori, karena bertitik tolak
dari segala sesuatu atau pengetahuan yang adanya itu timbul sesudah pengalaman,
agar sampai kepada suatu pengetahuan yang
adanya diatas diluar pengalaman sehari-hari.
Kedua, Metode Sintesis. Sebaliknya, metode ini di bantu
dengan peralatan deduktif, yang mencoba menjabarkan sifat-sifat umum secara
niscaya ada pada segala sesuatu ke dalam hal-hal dan keadaan-keadaan konkret
khusus tertentu. Sifat-sifat umum mengenai kejiwaan manusia misalnya, dapat
dijabarkan kedalam bermacam-macam jenis dan bentuk tingkah laku.
Dengan metode sintesis ini, hal-hal baru yang belum pernah terjadi
dapat diharapkan. Metode sintesis mencoba menyusun pengetahuan-pengetahuan
dasar menjadi suatu prinsip atau penegtahuan universal yang dapat mencakup
segala macam jenis, bentuk dan sifat hal didalam keutuhan keseluruhan realitas.
Seperti yang dijelaskan oleh L.O. Kattsoff bahwa “maksud sintesis yang pokok ialah
mengumpulkan semua penegtahuan yang dapat diperoleh untuk menyusun suatu
pandangan dunia” (L.O. Kattsoff, 1917)
Dalam studi filaafat, kedua
metode diatas digunakan secara dialektik. Artinya digunakan secara
berkesinambungan dalam suatu rentetan sebab-akibat. Oleh karena itu, sering
dinamakan sebagai metodeanalitiko-sintetik. Dengan metode ini , suatu
pengetahuan yang telah diketahui fungsikan sebagai titik tolak untuk
mendapatkan penegtahuan baru yang belum diketahui. Oleh karena itu,
perkembangan ilmu penegtahuan dapat dimungkinkan.[1]
C. Skema Studi Filsafat.
Ciri Berfikir Filsafat
Berfikir secara
filosofis adalah berfikir dengan ketat, dengan mempertimbangkan penalaran, atau
penarikan kesimpulan secara hati-hati. Berfikir filsafat menuntut kejelasan,
keruntutan, konsistensi dan sistematika. Ciri berfikir konsisten maksutnya
ialah berfikir secara filsafat itu mestilah runtut ( coherence) atau konsisten
dalam satu gagasan (pernyataan atau proposisi) dengan gagasan (pernyataan atau
proposisi) lain. Sedangkan sistematis maksudnya adalah berfikir mengikuti
aturan atau alur (sistem ) tertentu. Disamping itu, berfikir filosofis juga di
tandai oleh sifat pemikiran yang menyeluruh (konprehensif), artinya melihat
sesuatu secara tidak terpisah
Berfikir secara
filosofis itu adalah memberikan penjelasan tentang dunia, tentang manusia,
tentang segala sesuatu, termasuk tentang bagaimana cara manusia mengetahui.
Upya untuk mengetahui segala sesuatu pada ahirnya bisa melahirkan
weltanschauung atau satu pandangan dunia yang memberikan keterangan tentang
dunia dan semua yang ada didalamnya.[2]
Secara garis
besar studi filsafat dapat di.gambarkan dengan skema berikut.
![](file:///C:\Users\jk\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image003.png)
Skema
di atas dapat diterangkan sebagai berikut.
Filsafat dapat dipelajari dengan dua
cara yakni, teoritis dan praktis. Cara praktis menghasilkan filsuf. Sedangkan
cara teoritis akan menghasilkan sarjana filsafat. Filsuf praktis tersebut tidak
harus belajar filsafat secara teoritis-akademis, tapi belajar langsung dan
kehidupan yang ia jalani. Sarjana filsafat secara teoritis telah belajar ilmu
filsafat dan setelah menguasai tidak mesti menjadi seorang filsuf. Meskipun
juga memungkinkan menuju kesana. Seperti tidak semua sarjana psikolog adalah
psikolog, juga tidak semua sarjana ekonomi menjadi ekonom, sarjana politik
menjadi politikus,. Dan sebagainya.
KESIMPULAN
Seperti yang diuraikan diatas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa fisfat mempelajari obyek studinya, dimana secara
matrial memahami setiap obyek dan secara formal memahami kesatuan yang utuuh
dan menyeluruh diantara obyek-obyek, sehingga eksistensinya jeleas didalam
realitas yang hanya satu. Oleh karena itu, masalah hakikat manusia, alam dan
causaprima (pencipta), dan hubungan antara yg satu dengan yang lain secara
eksistensial adalah wajar sebagai obyek filsafat, dalam arti sebagai lapangan
dan sebagai tujuan studi filsafat.
DAFTAR PUSTAKA
Suparlan Suhartono,
Ph.D., 2004, Dasar-dasar Filsafat, Ar-Ruuz, Sambilegi
Baru.
DR. Ahyar Yusuf
Lubis, 2016, Filsafat Ilmu, Rajawali Pers, Jakarta.
No comments:
Post a Comment