Monday, October 16, 2017

makalah filsafat RUANG LINGKUP FILSAFAT (OBYEK,METODE,SKEMA STUDI FILSAFAT)



RUANG LINGKUP FILSAFAT
(OBYEK,METODE,SKEMA STUDI FILSAFAT)
Dosen Pengampu :
M. Sofyan al-nashr, M.Pd.I
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“PENGANTAR FILSAFAT”


Di Susun Oleh :
1.      Setiyorini         (17.22.00159)
2.      Abdul Ghofur (17.22.00207)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN ZAKAT WAKAF I
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT PESANTREN MATHALI’UL FALAH
PATI
Tahun akademik 2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berdasarkan definisi-definisi yang telah dibahas pada pertemuan sebelumnya, khususnya yang menyatakan bahwa filsafat adalah berfikir ilmiah, tetapi tidak setiap berfikir ilmiah itu filsafat (pendapat DRD. C. Mulder), maka dapat dimengerti filsafat adalah ilmu pengetahuan, karena berfikir ilmiah adalah ciri khusus ilmu pengetahuan.
Sedangkan yang terkandung didalam kalimat “..tetapi tidak setiap berfikir ilmiah itu filsafat.” Berarti bahwa ilmu pengetahuan filsafat itu memiliki perbedaan dengan ilmu pengetahuan pada umumnya yang lain.
Apakah filsafat itu sebagai ilmu pengetahuan dan bagaimana bentuk dan sifatnya bisa dipahami menurut penjelasan berikut: kebenaran filsafat itu dapat diukur menurut kondisi yang pasti dimiliki oleh ilmu pengetahuan pada umunya, yang meliputi obyek (sasaran studi), metode (cara atau jalannya studi), sistem (cara-cara kerja sebagai penunjang jalannya metode) dan kebenaran ilmiah (obyektif dan dapat diukur baik secara rasional maupun empiris).
1.2. Rumusan Masalah
A.    Mengenai apa sajakah obyek filsafat itu?
B.     Bagaimana dan apa sajakah macam-macam metode filsafat?
C.     Bagaimana skema studi filsafat?
1.3.Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini supaya pembaca dan pendengar lebih memahami mengenai ruang lingkup filsafat dan lebih mengetahui kajian yang ada didalamnya. Tujuan utamanya guna memenuhi tugas mata kuliah pengantar filsafat di Institut Pesantren Mathali’ul Falah Pati.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Objek Filsafat
Seperti ilmu pengetahuan pada umumnya, filsafat juga mempunyai objek studi yang meliputi obyek material dan obyek formal. Obyek material filsafat sering di sebut segala sesuatu yang ada. Hal itu berarti bahawa filsafat mempelajari apa saja yang menjadi isi alam semesta muali dari mineral (benda mati) benda hidup (vegetarian, animalia, manusia), dan sang Pencipta. Selanjutnya, obyek ini sering di sebut pula sebagai realitas atau kenyataan.
Terhadap tahapan ini, filsafatingin mempelajari baik secara fragmental (menurut bagian-bagian dan jenis-jenisnya) maupun secara integral (menurut keterkaitan bagian-bagian dan jenis-jenis itu dalam  suatu keutuhan secara keseluruhan). Itulah yang disebut Obyek Formal atau cara pandang atau sudut pandang, yang juga sering disebut sebagai pendekatanyang selanjutnya akan menentukan tujuan dan ruang lingkup Filsafat.
Pendekatan menurut bagian-bagian atau jenis-jrnis benda (secara fragmental) dan realitas, selanjutnya disebut sebagai pendekatan material, dimaksudkan agar studi filsafat dapat memperoleh pengetahuan yang benar dan jelas secara rinci sampai pada tingkat esensi atau hakikat suatu obyek. Selanjutnya, jika setiap jenis dan bagian obyek material itu di pelajari secara sistematis dan konsisten satu persatu hingga tuntas maka disebut sebagai Pendekatan Forlmal. Maka dapat diharapkan bahwa tidak hanya pengetahuan esensi atau hakikat saja yang dapat dicapai kejelasannya, tetepi pengetahuan eksistensial (keberadaan obyek tertentu dalam kaitannya dengan hal-hal lainnya secara utuh dan menyeluruh) bisajuga dijrlaskan.
Mempelajari suatu obyek menurut pendekatan material, misalnya mengenai manusia, maka hakikat pribadi manusia adalah tujuan utama. Pendekatan ini terarah kedalam pribadi manusia, yang mana segala macam gejala yang muncul dari dalam manusia adalah tujuan utama.  Dari sini, lalu didapatkan pengetahuan bahwa manusia adalah mahluk berfikir, berasa dan berkarsa. Ia bisa bersikap, menangis, dan tertawa.dan bisa melakukan segala perbuatan. Ia adalah mahluk Sepiritual.  Di samping itu, manusia juga jelas mengalami kelahiran, perkembangan dan kematian. Ia adalah mahluk Berbadan.
Mempelajari suatu obyek menurut pendekatan formal mengenai manusia, maka pengetauah eksistensial manusia merupakan tujuan utamanya. Pendekatan ini terarah pada kedudukan manusia dalam hubungannya dengan duia luar, dengan alam dan dengan san pencipta. Maka dapat difahami bahwa hubungan tersebut menentukan secara mutlak keberadaan manusia.
Pendekatan material yang di tinjau dari bagian-bagian realitas dan integral menurut keutuhan yang menyeluruh, seperti contoh manusia tadi, jelas menunjukkan bahwa pengetahuan esensial atau hakikat, pengetahuan eksistensial dan sesuatu hal dalam dirinya sendiri, dalam hubunngannya dengan yang lain secara menyeluruh dan utuh merupakan lingkup filsafat.
Mengenai cakupan filsafat, masih bisa di perjelas sebagai berikut. Menurut Aristoteles, filsafat pertama adalah metafisika. Secara meta fisis filsafat memperoleh obyek materialnya mulai dari tingkatan yang konkrit sampai tingkatan yang abstrak.
Setiap benda atau hal berada dalam tiga esensi, yaitu esensi konkret, esensi individual dan esensi abstrak. Esensi Konkret adalah setiap sesuatu itu berada didalam keterbatasan ruang dan waktu tertentu, sehingga mengalami perubahan dan perkembangan yang letaknya terpisah dengan yang lain. Sedangkan Esensi Individual adalah bahwa di dalam keserba perubahan itu setiap sesuatu tetap berada di dalam dan pada dirinya sendiri sesuatu tertentu. Ini sering disebut dengan hakikat pribadi. Sedangkan Esensi Abstrak adalah bahwa meskipun sesuatu hal itu berada di dalam perkembangan dan perbedaan dengan yang lainnya, tetapi ia tetap termasuk ke dalam jenis tertentu. Inilah yang disebut dengan Hakikat Jenis. Misalnya, seseorang mengalami kelahiran, perkembangan dan kematian, dan berada pada posisi yang berbeda dan terpisah dengan yang lainnya (Esensi koheren). Tetapi dari dan sampai kapanpun seseorang itu tetap berada di dalam dirinya sendiri sebagai orang itu, tidak pernah menjadi yang lain. Bagaimanapu, seseorang itu mengalami perubahan, perbedaan dan keterpisahan serta tetap sebagai diri pribadi yang berbeda, ia tetaplah termasuk jenis manusia kapanpun dan di manapun (Esensi Abstrak).

B.     Metode Filsafat
Agar lingkup studi filsafat dapat dijelajahi secara tuntas dan tujuan penyelidikan filsafat itu dapat tercapai, maka harus menggunakan metode yang dapat dikerjakan (workable), seperti pada ilmu pengetahuan pada umumnya.
Hanya dengan cara dan metode tertentu pengetahuan kefilsafatan itu dapat diperoleh. Mendapatkan pengetahuan yang benar, lebih-lebih pada taraf kefilsafatan, haruslah berlangsung secara bertahap setingkat demi setingkat. Tidak mungkin sekaligus. Memang ada jenis pengetahuan langsung yang dapat memperoleh kebenaran secara serta merta. Tetapi, pengetahuan ini jauh dari kebutuhan filsafat, karena sifatnya yang konkret, kondisional dan subyektif-relatif. Oleh sebab itu, dengan suatu metode, obyek filsafat itu satu-persatu dan setahap demi setahap dapat dipahami esensi dan ekstensinya. Metode yang manakah itu?
Untuk yang pertama ialah Metode Analisis, metode ini melakukan pemeriksaan secara konseptual atas istilah-istilah yang kita pergunakan dan pernyataan-pernyataan yang kita buat. Analisi berarti pemerincian (L.O. Kattsoff). Dalam operasionalnya, metode ini di bantu dengan peralatan induktif. Yaitu mengarahkan penyelidikan yang berpangkal dari pengetahuan atau hal-hal yang khusus tertentu untuk sampai kepada pengetahuan atau hal-hal yang bersifat umum.
Didalam ilmu pengetahuan alam, setiap saat kita menyaksikan berbagai macam benda. Dari keberadaannya dapat diketahui bahwa setiap benda selalu menempati ruang dan waktu tertentu, berbentuk, berbobot, dan berjumlah. Analisis ini menghasilkan suatu pengetahuan umum bahwa setiap benda pastilah menempati ruang dan waktu, berbentu, berbobot, dan berjumlah (volume). Metode analisis ini sering di sebut sebagai metode aposteriori, karena bertitik tolak dari segala sesuatu atau pengetahuan yang adanya itu timbul sesudah pengalaman, agar sampai kepada suatu pengetahuan yang  adanya diatas diluar pengalaman sehari-hari.
Kedua, Metode Sintesis. Sebaliknya, metode ini di bantu dengan peralatan deduktif, yang mencoba menjabarkan sifat-sifat umum secara niscaya ada pada segala sesuatu ke dalam hal-hal dan keadaan-keadaan konkret khusus tertentu. Sifat-sifat umum mengenai kejiwaan manusia misalnya, dapat dijabarkan kedalam bermacam-macam jenis dan bentuk tingkah laku.
Dengan metode sintesis ini, hal-hal baru yang belum pernah terjadi dapat diharapkan. Metode sintesis mencoba menyusun pengetahuan-pengetahuan dasar menjadi suatu prinsip atau penegtahuan universal yang dapat mencakup segala macam jenis, bentuk dan sifat hal didalam keutuhan keseluruhan realitas. Seperti yang dijelaskan oleh L.O. Kattsoff  bahwa “maksud sintesis yang pokok ialah mengumpulkan semua penegtahuan yang dapat diperoleh untuk menyusun suatu pandangan dunia” (L.O. Kattsoff, 1917)
 Dalam studi filaafat, kedua metode diatas digunakan secara dialektik. Artinya digunakan secara berkesinambungan dalam suatu rentetan sebab-akibat. Oleh karena itu, sering dinamakan sebagai metodeanalitiko-sintetik. Dengan metode ini , suatu pengetahuan yang telah diketahui fungsikan sebagai titik tolak untuk mendapatkan penegtahuan baru yang belum diketahui. Oleh karena itu, perkembangan ilmu penegtahuan dapat dimungkinkan.[1]

C.   Skema Studi Filsafat.
Ciri Berfikir Filsafat
Berfikir secara filosofis adalah berfikir dengan ketat, dengan mempertimbangkan penalaran, atau penarikan kesimpulan secara hati-hati. Berfikir filsafat menuntut kejelasan, keruntutan, konsistensi dan sistematika. Ciri berfikir konsisten maksutnya ialah berfikir secara filsafat itu mestilah runtut ( coherence) atau konsisten dalam satu gagasan (pernyataan atau proposisi) dengan gagasan (pernyataan atau proposisi) lain. Sedangkan sistematis maksudnya adalah berfikir mengikuti aturan atau alur (sistem ) tertentu. Disamping itu, berfikir filosofis juga di tandai oleh sifat pemikiran yang menyeluruh (konprehensif), artinya melihat sesuatu secara tidak terpisah
Berfikir secara filosofis itu adalah memberikan penjelasan tentang dunia, tentang manusia, tentang segala sesuatu, termasuk tentang bagaimana cara manusia mengetahui. Upya untuk mengetahui segala sesuatu pada ahirnya bisa melahirkan weltanschauung atau satu pandangan dunia yang memberikan keterangan tentang dunia dan semua yang ada didalamnya.[2]



Secara garis besar studi filsafat dapat di.gambarkan dengan skema berikut.
                       

Skema di atas dapat diterangkan sebagai berikut.
Filsafat dapat dipelajari dengan dua cara yakni, teoritis dan praktis. Cara praktis menghasilkan filsuf. Sedangkan cara teoritis akan menghasilkan sarjana filsafat. Filsuf praktis tersebut tidak harus belajar filsafat secara teoritis-akademis, tapi belajar langsung dan kehidupan yang ia jalani. Sarjana filsafat secara teoritis telah belajar ilmu filsafat dan setelah menguasai tidak mesti menjadi seorang filsuf. Meskipun juga memungkinkan menuju kesana. Seperti tidak semua sarjana psikolog adalah psikolog, juga tidak semua sarjana ekonomi menjadi ekonom, sarjana politik menjadi politikus,. Dan sebagainya.



KESIMPULAN
            Seperti yang diuraikan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa fisfat mempelajari obyek studinya, dimana secara matrial memahami setiap obyek dan secara formal memahami kesatuan yang utuuh dan menyeluruh diantara obyek-obyek, sehingga eksistensinya jeleas didalam realitas yang hanya satu. Oleh karena itu, masalah hakikat manusia, alam dan causaprima (pencipta), dan hubungan antara yg satu dengan yang lain secara eksistensial adalah wajar sebagai obyek filsafat, dalam arti sebagai lapangan dan sebagai tujuan studi filsafat.

DAFTAR PUSTAKA

Suparlan Suhartono, Ph.D., 2004, Dasar-dasar Filsafat, Ar-Ruuz, Sambilegi Baru.
DR. Ahyar Yusuf Lubis, 2016, Filsafat Ilmu, Rajawali Pers, Jakarta.




[1]  Suparlan Suhartono, Dasar-dasar Filsafat,2004,Sambilegibaru, Ar-ruz. hlm.113
[2]  Ahyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu, 2016, jakarta, Rajawali Pers, hlm. 24

No comments:

Post a Comment