Friday, October 27, 2017

FILSAFAT PERNIKAHAN DALAM ISLAM



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Pada dasarnya hukum islam terbagi atas fikih ibadah dan fikih mu’amalah. Fikih ibadah meliputi aturan tentang shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya yang bertujuan menghubungkan manusia dengan tuhannya. Sedangkan untuk fikih mu’amalah yang bertujuan untuk menghubungkan manusia satu dengan yang lainnya antara lain yaitu ikatan sosial, sanksi hukum dan aturan lain, agar mampu terwujud keharmonisan, baik secara individu maupun secara umum di dalam bermasyarakat.
Secara global, tujuan syara’ dalam menetapkan hukum-hukum-Nya adalah untuk kemaslahatan seluruh ummat manusia, baik di dunia yang fana ini, maupun di hari yang baqa’ (kekal) kelak. Salah satu dari hukum – hukum tersebut yang sampai sekarang ini masih senantiasa dilindungi demi kemaslahatan seluruh manusia adalah memelihara keturunan. Di dalam konteks ini islam mengatur pernikahan dan mengharamkan zina, menetapkan siapa-siapa yang tidak boleh dinikahi, bagaimana cara-cara pernikahan itu dilakukan dan syarat serta rukun apa saja yang harus dipenuhi, sehingga pernikahan itu dianggap sah dan percampuran antara dua manusia yang berlainan jenis itu tidak dianggap zina dan anak-anak yang lahir dari hubungan itu dianggap sah baik secara agamis maupun nasionalis  dan menjadi keturunan sah.

B.     RUMUSAN MASALAH
a.       Apa definisi dari pernikahan ?
b.      Apa hikmah pernikahan ?
c.       Apa tujuan pernikahan dalam islam ?
d.      Apa hukum nikah dalam islam ?
e.       Bagaimana caranya untuk mendapatkan jodoh yang baik?

C.     TUJUAN MASALAH
a.       Untuk menambah pengetahuan tentang pernikahan.
b.      Agar kita tahu apasaja hikmah dari sebuah pernikahan.
c.       Untuk menambah wawasan tentang tujuan pernikahan.
d.      Agar supaya kita lebih faham mengenai bagaimana hukum nikah dalam islam.
e.       Agar lebih menghati – hati dalam memilih pasangan hidup.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi Dari Pernikahan
Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu. Menurut istilah lain juga dapat berarti Ijab Qobul (akad nikah) yang mengharuskan perhubungan antara sepasang manusia yang diucapkan oleh kata-kata yang ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan, sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam. Kata zawaj digunakan dalam Al-Quran artinya adalah pasangan yang dalam penggunaannya pula juga dapat diartikan sebagai pernikahan, Allah menjadikan manusia itu saling berpasangan, menghalalkan pernikahan dan mengharamkan zina.[1] Perkawinan adalah ;
عبارة عن العقد المشهور المشتمل على الأركان والشروط
Sebuah ungkapan tentang akad yang sangat jelas dan terangkum atas rukun-rukun dan syarat-syarat.[2]
Para ulama fiqh pengikut mazhab empat (Syafi’i, Hanafi, Maliki, dan Hanbali) pada umumnya mereka mendefinisikan perkawinan pada :
عقد يتضمن ملكُ وطءٍ  بلفظِ انكاحٍ أو تزويجٍ أو معناهما
Akad yang membawa kebolehan (bagi seorang laki-laki untuk berhubungan badan dengan seorang perempuan) dengan (diawali dalam akad) lafazh nikah atau kawin, atau makna yang serupa dengan kedua kata tersebut.[3]
Dalam UU RI. Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 1 dijelaskan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang peria dan seorang wanita sebagai isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.[4]
Perkawinan merupakan peristiwa yang amat sakral dalam kehidupan seseorang. Sampai-sampai seseorang atau dalam hal ini pengantin berupaya mengabadikan upacara perkawinannya seunik mungkin, misalnya akad perkawinan yang diselenggarakan di depan Ka'bah, bahkan ada juga yang lebih ekstrim lagi, yakni upacara perkawinan yang dilaksanakan di udara, kedua mempelai diterjunkan dari pesawat dan ritual dilakukan diawan dengan bantuan parasut. Menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 1Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwayang dimaksud dengan Perkawinan ialah ikatan lahirbatin antara seorang pria dengan seorang wanitasebagai suami isteri dengan tujuan membentukkeluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekalberdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.[5]
Fuad Mohammad Fachruddin di dalam bukunya filsafat dan hikmat syariat Islam, mendefinisikan makna perkawinan adalah ikatan berencana antara seorang laki-laki dengan seorang wanita yang telah dewasa atas dasar suka sama suka tanpa paksaan serta dengan niatan membentuk bahtera rumahtangga yang sehat.[6]
Dari beberapa definisi pernikahan diatas dapat penyusun simpulkan bahwa, pernikahan/perkawinan menurut definisi secara umum adalah akad dan perjanjian yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban.

مالايتم الواجب الابه فهو واجب
Artinya: Sesuatu yang wajib yang tidak akan bisa sempurna (tuntas) kecuali dengan mengerjakan sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya wajib.  Dari dasar kaidah fiqh diatas dapat kita fahami bahwa dengan demikian, siapa yang tidak kawin berarti dosa.[7] Dan nikah tidak hanya berhukum sunnah, melainkan juga bisa berhukum wajib bergantung pada kondisi pemudanya.[8]

B.     Hikmah Pernikahan Dalam Islam

Allah SWT berfirman :

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”(Ar-ruum,21)

 

Pernikahan menjadikan proses keberlangsungan hidup manusia didunia ini berlanjut, dari generasi ke generasi. Selain juga menjadi penyalur nafsu birahi, melalui hubungan suami istri serta menghindari godaan syetan yang menjerumuskan. Pernikahan juga berfungsi untuk mengatur hubungan laki-laki dan perempuan berdasarkan pada asas saling menolong dalam wilayah kasih sayang dan penghormatan muslimah berkewajiban untuk mengerjakan tugas didalam rumah tangganya seperti mengatur rumah, mendidik anak, dan menciptakan suasana yang menyenangkan. Supaya suami dapat mengerjakan kewajibannya dengan baik untuk kepentingan dunia dan akhirat.

Adapun hikmah yang lain dalam pernikahan yaitu :

1.      Mampu menjaga kelangsungan hidup manusia dengan jalan berkembang biak dan berketurunan.
2.      Mampu menjaga suami istri terjerumus dalam perbuatan nista dan mampu mengekang syahwat serta menahan pandangan dari sesuatu yang diharamkan.
3.      Mampu menenangkan dan menentramkan jiwa dengan cara duduk-duduk dan bencrengkrama dengan pacarannya.
4.      Mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya sesuai dengan tabiat kewanitaan yang diciptakan. [9]

C.    Tujuan Pernikahan dalam Islam

1.      Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi

Perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.

2.      Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur.

Sasaran utama dari disyari’atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اْلبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَاِنَّهُ اَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَ اَحْصَنُ لِلْفَرْجِ. وَ مَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَاِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ. الجماعة

 Wahai generasi muda, barangsiapa diantara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barang siapa belum mampu hendaknya berpuasa sebab ia dapat mengendalikanmu. (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud).


3.      Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah

Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah).

 

4.      Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih

Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah berfirman :

وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًۭا وَجَعَلَ لَكُم مِّنْ أَزْوَٰجِكُم بَنِينَ وَحَفَدَةًۭ وَرَزَقَكُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ ۚ أَفَبِٱلْبَٰطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ ٱللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ
“Artinya : Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?”.
[QS. An Nahl (16):72].
Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar.

D.    Memilih Jodoh Menurut Islam

Setiap orang yang berumah tangga tentu mengharapkan keluarganya akan menjadi keluarga yang sakinah, mawadah warahmah. Kehidupan rumah tangganya dapat menjadi surga didunia dan diakhirat nantinya. Apalagi pada saat ini banyak sekali kasus peceraian keluarga dijumpai ditengah-tengah masyakat yang semakin berkembang ini dewasa ini. Alasan dalam peceraian itu bermacam-macam, dari alasan pendapatan istri lebih besar dari pada suami, selingkuh dengan adanya orang ke tiga, kekerasan dalam rumah tanggah, dan lain-lain.

Maka dari itu dalam membanggun mahligai surge rumah tangga persiapan awal harus dilakukan pada saat memilih jodoh. Islam mengangjurkan kepada umatnya ketika mencari jodoh itu harus berhati-hati baik laki-laki maupun perempuan, hal ini dikarenakan masa depan kehidupan rumah tangga itu berhubungan sangat erat dengan cara memilih suami maupun istri. Untuk itu kita sebagai umat muslim harus memperhatikan kriteria dalam memilih pasangan hidup yang baik.

Dasar firman Allah SWT yang berbunyi :
وَ اَنْكِحُوا اْلاَيَامى مِنْكُمْ وَ الصّلِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَ اِمَائِكُمْ اِنْ يَّكُوْنُوْا فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِه، وَ اللهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ. النور:32
“Dan nikahilah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (untuk kamu nikahi) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” [QS. An-Nuur : 32]
Dan dari sabda Rasullah yang artinya :
“Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi Muhammad SAW beliau bersabdah : sesunguhnya seorang wanita itu dinikahi atas empat perkara, yaitu : harta, nasab, kecantikan, dan agamanya, maka perolehlah yang mempunyai agama maka akan berdeburlah tanganmu.”
Dalam memilih istri hendaknya menjaga sifat-sifat wajib. Syeh jalaluddin Al-qosimi Addimasya’i dalam kitab Al-mauidotul Mukminin menyebutkan ada kriteria bagi laki-laki dalam memilih jodoh :
1.      Baik agamanya : hendaknya ketika memilih istri itu harus memperhatikan agama dari sisi istri tersebut.
2.      Luhur budi pekertinya : seorang istri yang luhur budi pekertinya selalu sabar dan tabah menghadapi ujian apapun yang akan dihadapi dalam perjalanan hidupnya.
3.      Cantik wajahnya : setiap orang laki-laki cenderung menyukai kecantikan begitu pula sebaliknya. Kecantikan wajah yang disertai kesolehahhan prilaku membuat pasangan tentram dan cenderung melipahkan kasih sayangnya kepadanya, untuk sebelum menikah kita disunahkan untuk melihat pasangan kita masing-masing.
4.      Ringan maharnya : Rasullullah bersabda : “salah satu tanda keberkahan perempuan adalah cepat kawinnya, cepat melahirkannya, dan murah maharnya.
5.      Subur : artinya cepat memperoleh keturunan dan wanita itu tidak berpenyakitan.
6.      Masih perawan : jodoh yang terbaik bagi seorang laki-laki perjaka adalah seorang gadis. Rasullullah pernah mengikatkan Jabbir RA yang akan menikahi seorang janda : “alangkah baiknya kalau istrimu itu seorang gadis, engkau dapat bermain-main dengannya dan ia dapat bermain-main denganmu.”
7.      Keturunan keluarga baik-baik : dengan sebuah hadist Rasullallah besabda : “jauhilah dan hindarkan olehmu rumput mudah tumbuh ditahi kerbau”. Maksudnya : seorang yang cantik dari keturunan orang-orang jahat.
8.      Bukan termasuk muhrim : kedekatan hubungan darah membuat sebuah pernikahan menjadi hambar, disamping itu menurut ahli kesehatan hubungan darah yang sangat dekat dapat menimbulkan problem genetika bagi keturunannya.
Dalam memilih calon suami bagi anak perempuan hendaknya memilih orang yang memiliki akhlak, kehormatan dan nama baik. Dengan demikian jika ia menggauli istrinya maka istrinya maka ia menggaulinya dengan baik, jika menceraikan maka ia menceraikan dengan baik.
Rasullah bersabda :barang siapa mengawinkan anak perempuannya denga orang yang fasik makasungguh dia telah memutuskan hubungan persaudaraan.”
Seorang laki-laki berkata kepada hasan bin ali, “sesungguhnya saya memiliki seorang anak perempuan maka siapakah menurutmu orang cocok agar saya dapat menikahkan untuknya ?” hasan menjawab : ”nikahkanlah dia dengan seorang yang beriman kepada Allah SWT, jika ia mencintainya maka dia akan memuliahkannya dan jika dia membencinya maka dia tidak mendoliminya.”
















BAB III
Kesimpulan
Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu. Menurut istilah lain juga dapat berarti Ijab Qobul (akad nikah) yang mengharuskan perhubungan antara sepasang manusia yang diucapkan oleh kata-kata yang ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan, sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam.

Adapun hikmah yang lain dalam pernikahan yaitu :

1.      Mampu menjaga kelangsungan hidup manusia.
2.      Mampu menjaga suami istri terjerumus dalam perbuatan nista dan mampu mengekang syahwat serta menahan pandangan dari sesuatu yang diharamkan.
3.      Mampu menenangkan dan menentramkan jiwa .
4.      Mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya sesuai dengan tabiat kewanitaan yang diciptakan.
Tujuan dari menikah :

1.      Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi

2.      Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur

3.      Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah

4.      Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih

 

Seringkali tujuan pernikahan sulit untuk dicapai, karena masing – masing dari pasutri tidak mampu memenuhi tanggungjawab mereka sebagai seorang pasangan dan belum adanya kesiapan mental maupun spiritual pada masing – masing pasangan. Akibatnya di tengah perjalanan berumah tangga mengalami perselisihan, dimana dari masing – msing pasutri tidak mampu untuk mencari solusi yang tepat didalam menyelesaikan konflik tersebut. Maka sebelum semuanya terlanjur, setidaknya kita mengetahui semua hal yang berkaitan dengan pernikahan.





Daftar Pustaka

Al-Imam Taqi al-Din Abi Bakr bin Muhammad al-Husaini al-Damsyiqi al-Syafi’i, Kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayat al-Ikhtishar, (Semarang: Usaha Keluarga, t.th.), Juz 2
Arif, Saifuddin, Notariat Syariah Dalam Praktik Jilid ke I Hukum Keluarga Islam
Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1986)
Fachruddin, Fuad Mohammad,Filsafat dan Hikmat Syariat IslamJilid I,
Risalah Fiqih Wanita, karya MahtufAhnan dan Maria Ulfa
UU RI. Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan KHI




[2] Al-Imam Taqi al-Din Abi Bakr bin Muhammad al-Husaini al-Damsyiqi al-Syafi’i, Kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayat al-Ikhtishar, (Semarang: Usaha Keluarga, t.th.), Juz 2, h. 36
[3] Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1986), Jilid IV, h
[4] UU RI. Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan KHI, hal. 2
[5]Arif, Saifuddin, Notariat Syariah Dalam Praktik Jilid ke I Hukum Keluarga Islam, hal. 127.
[6]Fachruddin, Fuad Mohammad,Filsafat dan Hikmat Syariat IslamJilid I, hal. 168.
[7] Ibid, hal. 672
[8] lihat di Risalah Fiqih Wanita, karya MahtufAhnan dan Maria Ulfa, hal. 273

No comments:

Post a Comment